Aku telah.. Berada di sekolah terkutuk ini.. Blood Junior High School..
Kata-kata itu terus terngiang di benak Rozanne. Bahkan, ketika ia
berada di ranjangnya. Rozanne sekamar dengan Lily, Valencia, dan Erinna.
"Kau kenapa bengong?" tanya Valencia.
"Aku.. Aku.. Aku terpukul, karena telah berada di sini.." jawab Rozanne tercekat.
"Tenanglah. Asal mentalmu kuat sampai upacara kelulusan, kau tak akan bunuh diri," ucap Lily.
Rozanne menarik rambutnya sendiri. "Sehari saja, sudah membuatku gila! Bagaimana kalau... 3 tahun?!"
"Beruntung kalau cuma 3 tahun," kata Erinna pelan. "Sekolah ini
selalu mengtidak luluskan murid mereka. Mereka tidak ingin rahasia ini
tersebar luas. Kadang, murid yang lulus justru dibunuh," cerita Erinna.
"Harusnya aku sudah kelas 8, namun mereka tidak mengizinkan aku naik kelas," ujar Lily.
Rozanne cuma bisa meratapi nasibnya karena telah masuk Blood Junior High School.
***
"Tolong! Tolong aku!!"
"Diamlah, Valencia! Kami butuh kau!"
"Aku tidak mau DIBUNUH!!"
"Kau
tidak akan dibunuh selama kau diam, dan menuruti perintah kami,"
"Tapi apa yang harus kulakukan?"
"Begini. Kau bisa..."
"Hah!?!" Rozanne bangun dengan perasaan tak karuan.
Rozanne melirik jam dinding. Masih jam setengah empat pagi. Mimpinya
tadi betul-betul menegangkan. Dan, siapa yang bicara di mimpinya, ya?
Satunya Valencia, dan satunya lagi? Juga, perintah apa? Rozanne melihat
kedua temannya sedang tertidur lelap. Lily dan Erinna. Tapi... Dimana
Valencia?
"Lily! Erinna! Bangun!" seru Rozanne.
"Hah? Ada apa?" tanya Erinna.
"Uh.. Kenapa?" tanya Lily.
"Valencia hilang!" jawab Rozanne.
Lily dan Erinna bangkit. Mereka sama kagetnya dengan Rozanne. Valencia hilang!
"Mungkin ia bersembunyi! Bisa saja kan?" tebak Erinna.
"Kalau saja Valencia humoris, tebakkan itu bisa menenangkanku
SEMENTARA," kata Lily. "Valencia sangat serius, dan tak mau membuang
waktu cuma untuk main petak umpet!" tukas Lily.
"Sikap orang kan bisa berubah," ucap Erinna.
Ia mencari-cari Valencia. Namun, hasilnya nihil. Valencia Dorrenstone
menghilang! Padahal, pintu masih terkunci. Dan kuncinya ada di tangan
Lily.
"Ini aneh!" seru Rozanne. "Jangan-jangan, Valencia diculik!"
"Nggak mungkin," kata Lily. "Pintunya kan, terkunci!"
Rozanne lalu
menceritakan mimpinya pada Lily dan Erinna. Lily cuma mengangguk-angguk,
sedangkan Erinna sangat histeris.
"Kalau begitu, siapa orang yang
satunya?" tanya Lily datar pada Rozanne.
Rozanne mengangkat bahu. "Aku nggak tau.."
"Hei! Lihat, apa yang kutemukan!" seru Erinna.
Rozanne dan Lily segera menghampiri Erinna. Erinna memegang selembar kertas lusuh. Kertas itu bertuliskan :
Rozanne, Lily, Erinna. Aku mohon kalian pergi ke perpustakaan.
Pada hari ini, jam lima sore. Kutunggu kalian disana dan aku akan
menjelaskan kenapa sekarang aku tidak ada di kamar.
Valencia Dorrenstone.
Dan ada tetes-tetes darah di kertas itu.
"Valencia diculik! Benar, kan!" seru Rozanne.
Lily menggeleng. "Tidak. Dia TIDAK diculik. Dia hanya BERPURA-PURA," kata Lily.
"Berpura-pura?" ulang Rozanne.
Lily mengangguk. "Ya. Dia disuruh oleh seseorang. Jika ia diculik,
tidak mungkin Valencia bisa menulis surat. Dan kenapa cuma Valencia? Dan
kenapa, pintunya tetap terkunci? Itu artinya, Valencia berpura-pura,"
jelas Lily.
"Lalu, bagaimana caranya Valencia keluar dari kamar, jika kuncinya dipegang Lily?" tanya Erinna.
"Valencia dan seseorang telah merencanakan ini. Rozanne, di mimpimu, ada suara Valencia dan seseorang, bukan?" tanya Lily.
Rozanne mengangguk. "Iya. Dan orang itu mengancam Valencia,"
"Cuma Mr.Roghball dan Mrs.Wellyionstay, wakil kepala sekolah. Yang
mempunyai semua kunci asrama," kata Lily pelan. "Itu artinya, satu
diantara mereka yang merencanakan ini dengan Valencia," jelas Lily.
Rozanne dan Erinna terdiam. Penjelasan Lily cukup masuk akal.
"Jadi.. Apakah kita pergi ke perpustakaan nanti?" tanya Rozanne.
Lily mengangguk. "Ya. Dan aku harap kita dapat mengajak Evelyn atau Danny. Mereka mungkin berguna,"
***
Kini, Rozanne, Lily, dan Erinna sudah ada di kelas. Mereka mengajak Evelyn dan Danny untuk berdiskusi.
"Ada apa, sih?" tanya Danny.
Lily yang pandai bicara menceritakan tujuan mereka. Ditambah penjelasan dari Rozanne.
"Yah... Aku sih mau-mau saja," ujar Danny.
"Begitu juga aku!" kata Evelyn.
"Oke, kita bersama-sama ke perpustakaan jam lima sore," Lily menutup pembicaraan.
***
Five O'clock. In Blood Junior High School library..
"Huh, Evelyn dan Danny lama sekali!" gerutu Erinna.
"Iya. Nanti telat," keluh Lily.
"Hei! Itu mereka!" seru Rozanne.
Ya, dari kejauhan tampak Evelyn dan Danny. Evelyn membawa busur dan panah, sedangkan Danny membawa pedang besar.
"Lho? Kalian buat apa bawa senjata?" tanya Rozanne heran.
"Kita nggak tau akan ada apa disana. Apakah Mr.Roghball atau siapa," jawab Evelyn.
"Tapi... Kita tidak bawa apa-apa!" seru Erinna.
"Sudah kuduga," Danny mengeluarkan beberapa pisau, panah dan busur, pedang, dan belati.
Ia membagikannya pada Rozanne, Lily, dan Erinna. Rozanne mendapatkan
busur dan panah, beserta pisau. Lily mendapatkan pedang besar. Dan
Erinna mendapatkan dua belati.
"Wow, darimana kau mendapatkan ini, Danny Ousttrichia?" tanya Erinna.
"Cukup mudah. Mencuri dari ruang bunuh diri," jawab Danny.
"Untuk apa pisau-pisau yang banyak itu?" tanya Rozanne.
"Pasti kita akan membutuhkannya," jawab Danny.
Tanpa mereka sadari, sebuah sosok mengawasi kelima anak itu.
***
"Ayo kita masuk," ajak Lily pelan.
Keempat temannya mengangguk. Mereka lalu mulai masuk ke dalam perpustakaan. Mata mereka siaga mengawasi keadaan.
"Tolong!"
Terdengar seruan. Seruan Valencia.
"Valencia!"
Rozanne berlari ke asal suara. Ia terkesiap. Valencia berdiri di
hadapannya. Tangannya diikat, rambutnya awut-awutan, wajahnya belepotan
darah, dan mata kirinya... Tidak ada!
"Valencia.." desis Rozanne kaget.
"Tolong!" seru Valencia lagi.
Rozanne mendekati Valencia. Namun, sebelum Rozanne menyentuh
Valencia, Lily datang beserta Erinna, Evelyn, dan Danny. Lily langsung
menarik Rozanne untuk menjauh.
"Jangan dekati dia! Itu jebakan, Rozanne!" cegah Lily.
"Jebakan? Maksudmu?" ulang Rozanne heran.
"Biar kujawab," kata Evelyn.
Evelyn membidik panahnya pada Valencia. Valencia kaget, dan meraung-raung. Menangis.
"Jangan! Evelyn!" teriak Rozanne.
Dan... Evelyn melepaskan anak panahnya. Anak panah Evelyn melesat cepat menuju wajah Valencia.
Aneh! Ia melompat menuju salah satu rak buku.
"Lho? Bagaimana bisa?!" cetus Rozanne kaget.
Perlahan.. Wajah Valencia mulai meleleh. Darah mengucur mengotori rak buku dan buku-buku disitu.
"Kita harus pergi!" seru Erinna.
Kelima anak itu berlari menjauhi Valencia. Rozanne menatap ke
belakang. Ia kaget. Kini, wajah Valencia rusak total. Lehernya hampir
putus, dan tangan kirinya hampir busuk. Itu.. Bukan Valencia!
Valencia palsu mengejar mereka.
"Kyaaa!!" jerit Erinna.
Ia tersandung lantai perpustakaan yang menonjol. Monster itu
mendekati Erinna. Tangannya yang hampir busuk mulai bersiap menyentuh
Erinna.
"KYAAAA!!! TOLONG AKU!!!!!"
#Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar