Sabtu, 27 April 2013

Dengarkan Lagunya, Selamanya! (3)

Disclaimer : Vocaloid by Yamaha and Crypton FM
Warning : GaJe, typo, de-el-el

- Neru PoV -
Gumi bilang, ia melihat gadis berambut teal dan dimodel twintails? Yang benar saja! Ya ampun, aku tak salah dengar, kan? Jelas-jelas TIDAK ADA siapapun di sampingku!
"Kau serius, Gumi?" Aku memastikan.
"Jelas serius. Memangnya kau tak melihatnya?" Gumi balik bertanya dengan heran.
"Tidak," jawabku.
"Uhm... Entahlah, yang pasti aku melihatnya. Dia sedang berdiri di sampingmu sekarang," ujar Gumi. Aku langsung menoleh ke samping. Tak ada.
"Kau bohong, ya?" tuduhku.
"Eh! Memang benar, kok! Sekarang, dia keluar dari kelas," Gumi menunjuk pintu kelas. "Serius tidak melihatnya?"
"Tidak! Aku sudah serius!"
"Aku tidak tahu juga. Yang pasti aku melihat gadis yang kusebut tadi," kata Gumi.
Aku segera berbalik tanpa mengatakan apapun pada Gumi. Aku merasa agak... Marah? Ya, aku berpikir aku dipermainkan oleh Gumi. Mungkinkah?
"Hei, Rin," aku mencolek Rin yang ada di depanku. Gadis itu segera menoleh. "Apa kau melihat gadis berambut teal dan dimodel twintails tadi disampingku?"
"Memangnya ada? Aku tidak begitu tahu. Sedari tadi aku ngobrol dengan Haku."
"Seminimalnya, kau lihat ada yang keluar kelas?"
Rin menggeleng. "Nggak ada, kok."
Aku menghela napas lega. Rin segera berbalik. Mungkin saja Gumi berbohong, iyakah? Mungkin saja. Aku jadi agak tak mempercayainya. Seorang guru tiba-tiba masuk ke dalam kelas. Suasana kelas langsung hening.
"Saya adalah wali kelas 1-2. Hayama Kiyoteru," ucap guru itu. "Saya akan mengabsen kalian satu persatu."
Kiyoteru-sensei mulai mengabsen satu-persatu. Heum, aku jadi tahu nama-nama murid di kelas ini. Laki-laki yang duduk di samping seberangku, bernama Shion Kaito. Lalu gadis berambut merah muda yang duduk di pojok ruangan kelas lain bernama Megurine Luka. Kemudian, laki-laki yang duduk paling depan, di depan pintu kelas bernama Hibiki Lui. Dan... Masih banyak lagi. Aku masih belum hapal semuanya
Setelah mengabsen, Kiyoteru-sensei segera mengadakan pemilihan pengurus kelas. Ia menulis di papan tulis, ketua kelas, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara.
"Siapa yang mengajukan jadi ketua kelas?" tanya Kiyoteru-sensei.
"Saya, Pak," Megurine Luka mengangkat tangan.
"Baiklah, Megurine-san, maju ke depan," perintah Kiyoteru-sensei. "Ada yang lain?"
"Saya," Shion Kaito mengangkat tangan.
Kaito dan Luka lalu maju ke depan kelas, seperti perintah Kiyoteru-sensei. Setelah pemilihan yang membosankan (bagiku) itu, yang terpilih menjadi ketua kelas adalah Kaito, dan wakilnya Luka. Sekretarisnya Haku, dan bendaharanya Lui. Huft.. Untung aku tak terpilih jadi pengurus kelas. Begitu membosankan.
"Musiknya seram sekali.." gumamku tanpa sadar. Eh? Apa kataku tadi? Musik? Benar. Sebuah musik menyapa telingaku, membuatku agak merinding. Karena musik itu... Sangat seram, walau terasa familiar. Eh, familiar? Aku mengepal tanganku, membuat buku-bukunya menjadi putih. Aku berkeringat dingin, ketakutan dengan musik yang masih saja terus mengalun di telingaku. Membuatku gila!
"Neru, kamu kenapa?" Rin menoleh ke belakang, heran melihatku.
"..." Aku ingin berbicara, tapi tak keluar suara. Suaraku seakan hilang ditelan musik itu.
"Neru?! Neru, kamu kenapa!" pekik Rin cukup keras, sehingga hampir seisi kelas menoleh ke arah kami.
"..." Aku masih tak bisa berbicara. Suara musik itu, terus memenuhi telinga dan pikiranku. Kurasa aku hampir gila sekarang. Lalu, tiba-tiba terdengar suara tertawa seorang gadis. Yang begitu mengerikan dan seolah-olah mengejekku.
"Hukuman awalmu, Neru..."
Aku tersentak. Entah siapa yang bicara begitu. Halus, tapi sangat menusuk. Entah sungguhan atau hanya bayanganku, semua tiba-tiba menjadi begitu gelap... Saat aku hampir menutup mataku, aku melihat siluet gadis berambut teal dan dimodel twintails sedang menatapku sinis. Dan... Bruk...

- Rin PoV -
Kiyoteru-sensei sedang menjelaskan tentang sekolah ini, saat ekor mataku menangkap Neru yang terdiam. Wajahnya begitu pucat, dan keringat dingin mengalir.
"Neru, kamu kenapa?" tanyaku sembari menoleh ke arahnya.
"..." Neru membuka mulutnya, tapi tak ada satupun suara yang keluar.
"Neru?! Neru, kamu kenapa!" pekikku cukup keras, sehingga hampir seisi kelas menoleh ke arah kami. Aku tak peduli dengan apa yang terjadi. Yang kupikirkan sekarang adalah Neru.
"..." Neru kembali membuka mulutnya, namun kembali tak ada suara apapun yang keluar. Matanya tiba-tiba membelalak, sehingga aku hampir menyangka bola matanya keluar.
"Hukuman awalmu, Neru..."
Telingaku yang cukup tajam bisa mendengar suara... Bisikan? Ya, bisikan. Sepertinya suara seorang gadis. Eh, tunggu dulu, apa katanya? Hukuman awal, Neru? Apa maksudnya? Belum sempat pertanyaanku terjawab, Neru sudah limbung, dan... Bruk! Ia pingsan.
"Neru!" seruku, lalu menaikkan Neru ke kursinya. Kiyoteru-sensei datang mendekat dengan panik.
"Kenapa Nona Akita?!" tanya Kiyoteru-sensei.
"Entahlah, Sensei. Ia pingsan, syok mungkin," jawabku asal.
"Syok? Syok kenapa?"
"Entahlah. Yang jelas tadi ia terbelalak dan wajahnya pucat sekali. Juga berkeringat dingin," ujarku.
"Ya sudah, ayo bawa ke UKS," ajak Kiyoteru-sensei. Ia menggendong Neru di punggungnya, sementara aku mengikuti lelaki itu ke UKS. Haku tinggal di kelas. Mungkin ia merasa tak penting untuk pergi ke UKS. Aku dan Kiyoteru-sensei, ditambah Neru telah sampai di depan UKS. Seorang wanita berambut merah dan iris yang sama merahnya dengan matanya keluar dari UKS.
"Murid yang pingsan, Sensei?" tanyanya.
"Ya, sepertinya syok. Cepat urusi dia, Miki. Dan kau, Nona Kagamine, bisa temani Nona Akita?" tanya Kiyoteru-sensei padaku.
Aku mengangguk. "Ya."
"Aku harus kembali ke kelas," Kiyoteru-sensei lalu kembali ke kelas, setelah memberikan Neru pada Miki, tentunya. Eh, tadi namanya Miki, kan?
"Ayo masuk," panggil Miki.
"Iya," Aku segera masuk ke UKS. UKS Kotatsu Gakuen ternyata besar. Ada banyak ranjang dan lemari obat-obatan. Tanpa sadar aku berdecak kagum.
Miki berdehem, setelah meletakkan Neru di salah satu ranjang. Aku langsung tersadar. "Eh, oh, maaf."
"Maaf untuk apa?" Miki balik bertanya.
"Uhm..." Aku bingung menjawab pertanyaan Miki. Aku memang bodoh, untuk apa minta maaf? Miki mengompres Neru, walau aku yakin ia tidak demam.
"Namamu siapa?" tanya Miki.
"Kagamine Rin," jawabku. "Kamu?"
"Aku Furukawa Miki," jawabnya. Huh, berarti pendengaranku benar.
"Kenapa temanmu pingsan, Rin-chan?" tanya Miki.
"Tadi, tiba-tiba wajahnya pucat dan berkeringat dingin. Saat aku bertanya, ia membuka mulutnya. Tapi tak ada suara yang keluar. Dan tiba-tiba, matanya terbelalak. Tak lama pingsan," ceritaku.
"Apa ada yang kau dengar?"
Eh? Apa maksudnya menanyakan itu? Kenapa, kenapa ia bisa tahu aku mendengar 'sesuatu'?
"Uhm, iya. Rasanya saat sebelum Neru pingsan, ada yang bilang 'Hukuman awalmu, Neru.' Begitu," tuturku.
Wajah Miki tiba-tiba menjadi pucat. Ia tampak... Ketakutan? "B-Betulkah itu? Apa cuma halusinasimu?"
"Tidak mungkin," bantahku cepat. "Suara itu terdengar sangat... Nyata."
Miki diam, tak menanggapi perkataanku. Aku menghela napas, dan duduk di pinggir ranjang Neru.
"Uh, Rin-chan, aku mau mengambil obat dulu, ya," kata Miki sambil membuka-buka lemari obat.
"Baiklah."
Miki keluar UKS. Jadilah di UKS hanya ada aku dan Neru. Aku mengehela napas, sepi rasanya. Iseng, aku berjalan melihat-lihat isi lemari obat di UKS. Ada macam-macam obat. Sebetulnya aku heran, UKS ini seperti rumah sakit saja yang memiliki banyak obat. Padahal hanya sebuah UKS. Apa sih, penyakit yang di derita muridnya?
"Rin..."
"Ya, Ne... AAAAAA!" jeritku, begitu melihat siapa yang memanggilku. Seorang gadis berambut teal dan dimodel twintails berwajah hancur berantakan. Ia memegang sebuah kotak musik yang mengalunkan nada mengerikan. Tiba-tiba...
Aku jadi teringat...
Saat kejadian di kelas 5 SD dulu...
Saat aku dan Akita Neru merusakkan kotak musik milik Hatsune Miku...
"Mi-Miku?" tanyaku penuh rasa takut.
'Miku' diam. Suara dari kotak musiknya semakin keras dan menakutkan. Membuatku mengeluarkan keringat dingin. Aku gemetar ketakutan.
"Hentikan suara musiknya..." pintaku ketakutan, dengan suara yang sangat rendah. "HENTIKAN! HENTIKAN MUSIKNYA! HENTIKAN! HENTIKAN!" jeritku sambil menutup telinga. Namun, suara musiknya masih mengalun. "HENTIKAN! HENTIKAN!" teriakku. Aku menutup mata dan telingaku, ketakutan.
"Rin! Rin-chan! Tenanglah!" Seseorang mengguncang bahuku. Aku membuka mata. Miki, dengan raut wajah yang sangat khawatir. "Rin-chan, ada apa?"
"Mana, mana gadis tadi?" tanyaku langsung.
"Gadis? Siapa?" ulang Miki bingung.
"Gadis berambut teal dan dimodel twintails yang membawa kotak musik! Kotak musik mengerikan! Kotak musik, yang mengeluarkan musik mengerikan!" jawabku ketakutan.
"Tenanglah, Rin," Miki mengelus rambutku pelan, membuatku sedikit tenang. "Kau serius tidak berhalunisasi, Rin?"
Aku menggeleng. "Tidak, Miki. Aku betul-betul melihat dan mendengarnya... Ini... Ini mengerikan... Aku takut, Miki..."
"Jangan takut, Rin. Mungkin tadi kau... Berhalunisasi."
Aku diam. Sekeras apapun aku berusaha meyakinkan, aku tetap akan dibilang berhalunisasi.
"Oahm..." Terdengar suara Neru. Aku dan Miki menoleh ke arah Neru. Betapa terkejutnya kami, melihat sosok berambut teal dimodel twintails akan menusukkan pisau ke jantung Neru.

#Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar