Tahukah kamu?
Bahwa setiap orang yang melihat bulan merah di pagi hari
Pada tanggal 15 Desember
Akan terpilih sebagai pelayan?
Bukan pelayan biasa
Bukan butler atau pun maid
Melainkan pembunuh
Pembunuh yang membunuh orang atas perintah tuannya
Tuannya, yang akan segera datang
Oh, bukan
Mereka yang akan datang pada tuannya
Dan mengabdi
Selamanya
Pagi yang lumayan dingin di tanggal 15 Desember. Terlihat seorang gadis berambut honey blonde dan bermata aquamarine sedang berjalan sambil memeluk jaket kuningnya. Kelihatannya, gadis itu kedinginan.
Ah, aku lupa memperkenalkannya. Namanya adalah Shimoda Rin. Anak kelas 7-2 yang bersekolah di Crypton High School. Gadis yang tak begitu populer. Walau begitu, sahabatnya adalah diva unggulan Crypton High School. Kalian bisa menebaknya? Yup, Hatsune Miku.
"Hm... Pagi yang dingin," gumam Rin sambil menghembuskan napas yang berasap terkena hawa dingin. Ia memandang langit, langit yang kelabu. Langit yang mungkin menjadi tempat tinggal Kaa-sannya sekarang. "Kaa-san..."
Rin segera mengusap air mata yang nyaris jatuh. Ia kembali teringat dengan Ibunya, Shimoda Lily yang meninggal karena sakit kanker di usia Rin yang baru 9 tahun. Namun, Ayahnya, Shimoda Rinto sama sekali tak peduli dengan Lily maupun Rin. Rinto malah memilih mabuk-mabukan dan bermain judi. Ayah yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, Rin lebih banyak diasuh oleh Paman dan Bibinya, Paman Gakupo dan Bibi Luka. Rin sudah menganggap mereka seperti orang tua sendiri.
"Rin!" Terdengar seruan dari sang diva, Hatsune Miku.
"Ah, Miku, Ohayou," sapa Rin hangat.
"Ohayou, Rin! Rin-chan hari ini imut banget pake jaket! Kyaaaa! Rin-chan imut!" Miku bersorak-sorak, bagaikan fangirl.
"Oh, berhentilah bertingkah seperti itu, Miku. Kau membuatku malu," gerutu Rin. Karena, sekarang hampir setiap pasang mata memandang mereka. Mungkin pikiran mereka : 'Kedua gadis itu lesbian, ya?'. Uh, menjijikan.
"Ehehe, maaf deh, Rin-chan. Hari ini Rin-chan bawa buku apa aja?" tanya Miku.
"Ya ampun Miku! Jelas dong, buku pelajaran hari ini!" jawab Rin agak jengkel, karena pertanyaan Miku agak konyol.
"Sama! Kyaaaa! Kita samaan mulu, ya!" Miku memeluk Rin sambil melompat-lompat. Dan membuat setiap pasang mata (kembali) memandangi mereka.
"Terserah kamu, deh. Yang penting, lepaskan aku!" pinta Rin.
"Oke, deh! Buat Rin-chan sayang, apapun juga kukabulkan!" kata Miku riang.
Rin yang mendengar 'Rin-chan Sayang' menjadi agak jijik. Uh, sahabatnya ini lesbian, ya? Rin dan Miku berjalan ke kelas mereka. Aha, mereka satu kelas dan satu bangku.
"Ohayou, Rin! Miku! Pagi ini dingin, ya? Tapi kurasa tidak akan dingin lagi karena ada pelajaran Meiko-sensei. Oh iya, menu makan siang hari ini sup, lho! Enak, kan?" sapa Mayu bertubi-tubi begitu melihat Rin dan Miku.
"Ya ampun, Mayu. Kalau bicara napas dong, napas!" kata Miku.
"Heheh..." Mayu hanya cengar-cengir.
Bel berbunyi. Semua yang di dalam kelas segera keluar dan berbaris di lapangan. Katanya sih, ada upacara penting. Dalam hati, Rin merutuki pihak sekolah yang seenaknya saja mengadakan upacara di pagi yang dingin ini. Sudah mana, mereka harus melepas jaket!
Ceramah Kepala Sekolah membuat Rin bosan. Ia lalu melihat ke atas, langit. Namun, ada yang berbeda. Ada bulan merah disana. Bulan merah?
"Bulan merah?" gumam Rin heran. "Miku, kamu lihat apa bulan merah diatas, nggak? Itu apaan, ya?" tanya Rin pada Miku yang ada di sampingnya.
"Bulan merah?" Miku mendongak. Dan di pandangan Miku sekarang, tidak ada apapun di langit kelabu itu selain awan gelap. "Tidak ada, kok."
"Ada! Itu!" Rin menunjuk-nunjuk ke arah bulan merah yang ia lihat.
"Nggak ada!" bantah Miku.
"A-"
"Shimoda-san! Hatsune-san! Jangan berisik selama upacara!" tegur Meiko-sensei.
"Iya, sensei," kata Rin dan Miku ketakutan. Wajar, sih. Meiko-sensei kan, guru killer di Crypton High School. Ia tak segan-segan menghukum muridnya. Hukumannya juga tak tanggung-tanggung. Seperti, membelikan sake, memberikan karcis 'Rumah Sake', mencuci baju-baju Meiko-sensei, dan hukuman-hukuman gila lainnya yang mengerikan.
Hah, guru yang tak patut dicontoh.
Rin masih menatap bulan merah itu. Tanpa ia sadari, Mayu menatapnya dengan tatapan tajam. Mulutnya menggumamkan sesuatu.
"Ternyata, ia yang terpilih..."
Someone Place
"Jadi, orang yang akan menjadi abdi keluarga ini, sudah ada?" tanya seorang berambut magenta, kepada seorang lelaki berambut honey blonde dan bermata aquamarine.
"Ya, ia sudah melihat bulan merah itu," jawab lelaki berambut honey blonde itu. "Cepat atau lambat, ia akan datang kesini. Pasti. Untuk mengabdi kepada keluarga ini... Dan menjadi pembunuh..."
7-2 Class
Sekarang, sudah nyaris jam 1 siang. Itu artinya, sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Beberapa anak tampak tidak sabar, beberapa lagi tampak begitu menikmati pelajaran, dan beberapa lagi tampak tidak acuh.
Rin terus mencatat penjelasan Haku-sensei yang sedang mengajar. Bukan. Rin bukan tipe anak rajin. Ia hanya senang menulis. Makanya, kalau ada kesempatan menulis - apapun itu, Rin akan sangat senang.
KRIIIINGG!
Bel pulang berbunyi nyaring, menyela pengajaran Haku-sensei.
"Baiklah anak-anak, karena bel sudah berbunyi, silahkan pulang," kata Haku-sensei.
Semua anak langsung membereskan barang masing-masing, dan berlari keluar kelas.
"Rin-chan, maaf ya, hari ini aku nggak bisa pulang bareng. Soalnya, aku ada acara keluarga..." sesal Miku.
Rin tersenyum. "Nggak apa-apa, kok. Aku bisa pulang sendiri."
"Beneran, nih? Aku jadi merasa bersalah. Maaf ya, Rin..."
"Betul, kok. Nggak apa-apa," kata Rin cepat.
Miku tersenyum. Ia langsung berlari pulang. Rin menghela napas, sementara beberapa anak menatapnya dengan pandangan aneh. Itu biasa bagi Rin. Rin yang dingin, membuat tidak ada yang dekat dengannya - kecuali Miku.
Rin menyeret (?) tasnya dengan malas menuju rumah. Ia tak pernah betah di rumah. Di rumah, selalu ada Otou-sannya yang membawa gadis-gadis pelacur. Dan itu membuat Rin muak. Makanya ia memilih jalan memutar, lewat perkebunan.
"Sigh... Kenapa hidupku begini, ya..." gumam Rin sambil terus berjalan. Ia merasa hidupnya tak berguna. Tanpa Rin sadari, ia berjalan menuju sebuah rumah besar nan megah. Itu bukan rumahnya.
"Heh?" Rin tersadar dari lamunannya. "Kenapa aku berada di depan rumah besar ini? Dan, dimana aku?"
"Kau tersesat?"
"HUWWAA!" Rin menjerit kaget.
Orang yang menegurnya menutup telinga. "Duh! Kau ini kenapa berteriak?!"
"G-Gomen..." ucap Rin sambil memperhatikan orang itu. Lelaki berambut magenta.
"Perkenalkan, namaku Kasane Ted. Aku butler keluarga yang tinggal di rumah ini. Kamu mau masuk? Tersesat, kan?" tawar Ted.
"Eh, aku..." Rin ragu-ragu.
"Tak apa-apa. Ayo!" Ted menarik Rin masuk ke rumah itu.
Rin tidak bisa protes, karena gadis itu sedang terkagum-kagum dengan ornamen rumah yang baru saja ia masuki. Begitu mewah. Jelas terlihat ini rumah orang kaya. Mereka akhirnya sampai di depan seorang lelaki berambut honey blonde dan bermata aquamarine.
"Kita sudah sampai di tempat Tuan Muda, Nona Shimoda," kata Ted.
"Eh, Tuan Muda?" ulang Rin heran.
"Ya, ini aku, Shimoda Rin. Mulai sekarang, aku, Kagamine Len, akan menjadi majikanmu."
"Majikan?"
#Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar