- Rin PoV -
Majikan? Apa katanya tadi? Dia menjadi majikanku? Yang benar saja! Lagipula, memangnya aku mengabdi apaan padanya?
"Majikan? Maksudmu apa?" ulangku heran.
"Ted, bisa kau jelaskan padanya?" kata Len pada lelaki berambut magenta itu, Ted.
"Baik,
Tuan Muda," Ted memberi hormat. Ia menoleh padaku. "Nah, ayo kita ke
perpustakaan. Aku akan menjelaskan padamu tentang semua ini."
Aku
mengangguk saja dan mengikuti Ted ke perpustakaan. Aku tak tahu maksud
dari semua ini apa. Walau begitu, setidaknya aku jadi telat pulang ke
rumah. Sudah kubilang kan, aku malas di rumah berkat lelaki bajingan
itu?
"Nah, ini dia perpusnya," ucap Ted begitu sampai di depan
sebuab pintu besar. Ted membukanya, dan isi dari ruangan itu membuatku
menganga kagum.
Bagaimana tidak!
Ruangan itu - perpustakaan -
bagiku bukan perpustakaan biasa. Ada begitu banyak rak, dengan ratusan -
oh, bukan. Ribuan buku berjejer disana. Ini bagaikan surga bagiku.
"Sugoi..." Aku berdecak kagum.
Ted mengambil sebuah buku tebal bersampul merah. Kemudian, ia berjalan menuju sebuah meja dengan 2 buah kursi disana.
"Silahkan duduk, Nona Shimoda," Ted menarik salah satu kursi dan mempersilahkan Rin duduk.
"Rin saja, tolong," pintaku agak kesal karena dipanggil 'Nona'.
"Baiklah, Rin."
Ted menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan.
"Baiklah,
ini mungkin cukup rumit. Jadi, dulu ada legenda. Bahwa setiap orang
yang melihat bulan merah di tanggal 15 Desember akan menjadi pelayan
sebuah keluarga. Bukan pelayan biasa. Pelayan ini disebut Assassino, yang artinya 'pembunuh wanita' dalam bahasa Italia.
"Assassino
memang mengabdi pada keluarga tertentu, dan akan membunuh sesuai dengan
perintah majikannya. Disebut assassino, karena semua yang terpilih
adalah wanita.
"Yang sudah terpilih tak akan bisa lepas. Mereka
akan terus mengabdi pada majikannya untuk selamanya." Ted menyudahi
penjelasannya.
Aku masih menganga. Apa katanya tadi?! Menjadi Assassino - pembunuh wanita?! Untuk selamanya?! GILA!
"Aku tidak mau!" tolakku mentah-mentah.
"Mau tidak mau, kau akan tetap menjadi Assassino keluarga Kagamine," ucap Ted tenang.
"Aku
tidak mau jadi assa apalah itu namanya! Pokoknya aku tidak mau jadi
pembunuh! Aku murid sekolah baik-baik dan tidak mau terlibat tindakan
kriminal seperti itu!" Aku menggebrak meja dengan keras.
"Tapi sebetulnya, ada seorang yang ingin sekali kau bunuh dan lenyap, kan?"
Perkataan Ted barusan membuatku terhenyak. Teringat kembali dengan masa laluku.
"Kalau kau jadi Assassino, kau boleh membunuh," kata Ted lagi."Aku boleh... Membunuh dia?"
"Siapapun,
asal jangan Tuan Muda atau orang-orang yang dilarang untuk dibunuh,"
jawab berpikir sejenak. Hidup sebagai Assassino, membunuh, kedengaran
begitu buruk. Namun... Untuk apa lagi aku hidup? Tidak ada. Ayahku tak
pernah memperdulikanku.
"Baiklah... Aku... Akan menjadi Assassino keluarga Kagamine..." ucapku agak ragu,
"Memang harus begitu. Oh ya, kamar untukmu sudah kusiapkan."
"Kamar? Eh, jangan bilang aku harus tinggal disini," selaku cepat-cepat.
"Kau HARUS tinggal disini, Rin."
"Uh, baiklah. Tapi aku akan pulang dulu untuk mengambil barang-barang."
"Tidak usah," cegah Ted. "Barang-barang di kamarmu sudah kupindahkan kesini."
"SEJAK KAPAN!?" tanyaku dengan suara melebihi bel sekolah.
"BIASA AJA DONG NANYANYA!" balas Ted.
"SEJAK KAPAN KAU PINDAHKAN BARANG-BARANGKU, HEH?!"
"SEJAK PAGI, TAHU!"
"MEMANGNYA LELAKI ITU TIDAK MENANYAIMU?! DAN BAGAIMANA KAU MEMBAWANYA?!"
"TENTU TIDAK! KARENA KASANE TED MEMPUNYAI SIHIR LUAR BIASA, WUAHAHAHAHHA!"
"MANA ADA SIHIR JAMAN SEKARANG!"
"JELAS ADA!"
"NGGAK!"
"ADA!"
"NGGAK!"
"BERISIK!" Pintu perpustakaan terbuka keras, menampilkan sosok lelaki berambut honey blonde. Oh, ternyata dia si Kagamine Len, toh.
"Kalian ini ngapain sih teriak-teriakan?! Berisik banget tahu!" omel Len. Cih, dia jadi mirip nenekku yang suka ngomel-ngomel.
"Ma-Maaf Tuan Muda. Tadi kami hanya berdebat kecil," jawab Ted.
"Huh, ya sudah. Dia setuju kan, Ted?"
"Tentu saja," jawab Ted (lagi) sambil tersenyum.
"Kenapa kau tidak izin dulu kalian memindahkan barang-barangku kesini?!" Aku menuding Len.
"Kenapa harus minta izin? Kau Assassino-ku, Shimoda Rin," kata Len.
"Sebetulnya aku tak setuju," gerutuku pelan. "Tapi apa boleh buat. Ini lebih baik daripada... Aku harus mendekam di rumah."
"Ah iya! Memangnya kau tidak pamit dulu sama orang tuamu?" tanya Len tiba-tiba.
"Ayahku tak akan peduli kemanapun aku pergi," tukasku.
"Dan Ibumu... Sudah pergi?"
Aku hanya mengangguk-angguk.
"Ehm, baiklah, Ted. Antar dia ke kamarnya. Dan nanti sore, ajari dia memakai senjata," perintah Len.
"Baik, Tuan Muda."
Ted menarikku ke depan sebuah pintu megah. Hei, jangan bilang ini kamarku. Sebab kamar ini... LUAR BIASA!
Oke oke, kalian mungkin bilang aku berlebihan. Namun, kamar ini memang luar biasa untukku. Okay, dengarkan aku.
Pintu
depan kamar ini berwarna emas bercampur merah. Hum, aku yakin ini emas
asli. Dan pintunya juga dihiasi kristal-kristal berwarna. Oh, oke, ini
terlalu mewah hanya untuk sebuah pintu kamar Assassino.
Masuk ke kamar, aku bisa kamar ini sangat luas. Nyaris seluas ruang kelasku. Dilengkapi sebuah kamar mandi ber-bath up dan dapur. Dapur dalam kamar? Well, ini tidak biasa.
Kamar
baruku ini, berwarna emas merah. Yah, seperti pintu kamar. Bedanya, tak
ada kristal-kristal disini. Tapi tak apalah. Ada sebuah kasur king size disitu. Dan... Barang-barang di kamarku!
Huh, ajaib sekali si Ted itu sehingga bisa memindahkan barang-barang di kamarku tanpa tanya-tanyaan dari Shimoda Rinto.
"Apa Rin cocok dengan kamar ini?" tanya Ted.
"Cocok,
sangat cocok! Ini kamar yang bagus, Ted!" jawabku sambil
melompat-lompat, seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan baru. Ted
terkekeh pelan melihat tingkahku yang seperti anak kecil.
"Habis ini, aku akan mengajarimu memakai senjata," kata Ted.
"Senjata? Memangnya kau mau mengajariku memakai senjata apa?"
"Ayo, ikut aku ke ruang senjata," ajak Ted. Ia berjalan keluar kamarku, aku mengikutinya. Ternyata, Ted berjalan ke basement. Ruang senjata ada di basement, ya? Menarik. Seperti rumah mata-mata saja.
"Nah... Ini dia ruangnya," ucap Ted sambil membuka sebuah pintu besar berwarna coklat.
Begitu pintu terbuka, aku menganga. Begitu banyak senjata di sana. Pedang, pistol, senapan, kapak...
"Rin cocok dengan senjata yang mana?" tanya Ted.
"Uh... Yang mana, ya? Membingungkan! Lagipula, aku enggak begitu tahu soal senjata," kataku kebingungan.
"Rin pernah menggunakan senjata?"
"Cuma pernah pake senapan aja, sih. Ah! Aku pengen pake senapan! Tapi aku juga pengen pake pedang. Gimana dong?" celotehku.
Ted tersenyum lagi. Ia mengambil sebuah senapan, dan pedang panjang. Huh, jadi itu senjataku?
"Ini," Ted memberikannya padaku. "Senapan, dan pedang rapier."
"Jadi, aku punya dua senjata? Yeay! Senangnya!" sorakku gembira. Entah kenapa, rasanya senang sekali saat memegang senjata.
"Aku akan mengajarimu," Ted tersenyum.
Dan
hari itu, aku belajar menggunakan senapan dan pedang rapier pada Ted.
Lumayan menyenangkan dibanding harus belajar. Aha... Hari baru sebagai
Assassino telah dimulai!
- Normal PoV -
Sore hari
Latihan menggunakan senjata pada hari pertama telah selesai Rin jalani. Ia keluar dengan mata berbinar-binar gembira.
"Menyenangkan sekali latihannya ya, Ted!" seru Rin.
"Iya.
Kamu jangan bilang soal ini pada siapapun, ya? Sahabat, teman,
keluarga, guru, atau siapapun. Semua tidak boleh," Ted mengingatkan.
"Iya iya, aku mengerti," Rin mengangguk-angguk.
"Nah, sekarang ayo kita ke ruangan Tuan Muda," ajak Ted. Yang diajak hanya mengangguk-angguk saja.
Rin
dan Ted lalu berjalan ke ruangan Tuan Muda alias Kagamine Len. Di situ,
Len sedang bermain PSP. Wow, ternyata seorang Kagamine Len juga
mengenal PSP (Len : Jelas lah, author! Emangnya gue katro banget apa?.
Mikan : Biasanya kan gitu... *dibunuh).
"Tuan Muda?"
"Oh, itu kau Ted. Dan assassino Rin," Len menoleh. "Bagaimana latihannya?"
"Lancar. Nona Shimoda mempelajari semuanya dengan cepat," jawab Ted.
"Baiklah. Ayo ke ruang makan! Aku sudah lapar," ajak Len.
Len
bangkit dan berjalan ke ruang makan. Ruang makan tak begitu jauh dari
ruangan Len. Ada sebuah meja makan besar dan makanan-makanan terhidang
disitu.
Len menarik salah satu kursi. "Silahkan duduk, Rin."
"Eh?"
Rin gelagapan. Ia cukup berdebar dengan perlakuan Len. "A-Arigatou,"
ucap Rin. Len hanya mengangguk dan tersenyum - yang bisa membuat author
mimisan (Readers : "Kenapa nyambung ke author gaje itu?!). Oke, lupakan
saja yang tadi.
Rin mengambil sebuah sandwich dan memakannya. Ia memang tak suka makan makanan berat.
"Kenapa hanya sandwich yang diambil?" tanya Len.
"Aku lebih suka makanan ringan," jawab Rin.
"Tapi kau harus makan! Aku akan segera memberimu tugas untuk membunuh seseorang," ucap Len.
"Siapa?"
"Orang itu... Shimoda Rinto."
Bersambung~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar