Rin : Oke, disclaimer-nya, Vocaloid itu milik Yamaha and Crypton FM. Bukan milik author gaje nan nggak pernah namatin fic-nya
Mikan : Padahal aku udah namatin 2 fic... *pundung*
Len : Kita mulai ceritanya!
- Normal PoV -
"Tapi kau harus makan! Aku akan segera memberimu tugas untuk membunuh seseorang," ucap Len.
"Siapa?"
"Orang itu... Shimoda Rinto."
Rin
nyaris menyemburkan jus jeruknya (eh, author belum bilang ya kalau Rin
ngambil jus jeruk?). Rin sangat kaget mendengar kalau orang yang pertama
akan dia bunuh adalah ayahnya sendiri. Walau Rin sama sekali tak
keberatan, sih.
"Kamu keberatan membunuh ayahmu sendiri, ya? Maafkan aku," ucap Len.
Rin
cepat-cepat menggeleng. "Tidak apa-apa! Aku juga tidak menyayanginya,
kok. Aku hanya bingung kalau misalnya ayahku dibunuh, aku bisa jadi
tersangka utama dan dipenjara! Bagaimana?"
"Kalau kamu pandai meletakkan mayatnya dan pandai membuat alasan, pasti tak akan dicurigai," jawab Ted.
"Uhm,
tapi kalau membunuh sekarang rasanya aku belum siap... Yah, aku malas
kalau harus berurusan dengan polisi... Apalagi, kalau mereka bertanya
dimana barang-barangku dan dimana aku akan tinggal, bagaimana?"
"Hum...
Soal itu..." Ted berpikir keras. Memang cukup rumit. Rin bisa saja
membunuh ayahnya dengan mudah, dan menyembunyikan mayatnya. Namun,
menjawab pertanyaan dari polisi, tetangga, atau pun teman tak akan
mudah.
"Tenanglah," kata Len. "Kami akan menanganinya. Iya kan,
Ted? Kau tahu apa yang kumaksud?" Len menyeringai ke arah Ted. Ted
merinding.
"I-Iya, Tuan Muda."
"Nah, bagus kalau begitu. Mungkin latihan 2-3 kali lagi bisa. Ted, bisa tinggalkan aku berdua dengan Rin?" pinta Len.
"Baik,
Tuan Muda. Permisi," Ted meninggalkan Len dan Rin berdua di ruang makan
(Mikan : Kyaaah! Berduaan di ruang makan! Coba di kamar! *Mikan kena
timpuk readers karena mulai mesum tanpa ingat umur (?) )
"Hm, Rin. Boleh aku bertanya kenapa kamu tidak keberatan jika membunuh ayahmu?" tanya Len hati-hati.
Rin
terdiam sesaat, kemudian tersenyum. Senyum kepedihan. Ia menarik napas
dalam, kemudian menghembuskan pelan-pelan. Mengingat kenangan-kenangan
menyakitkan saat bersama ayahnya. Len menunggu dengan sabar.
"Ayahku... Tidak pernah memperdulikan Ibuku dan aku."
Flashback On
"Jaa ne, Miku-chan!" Seorang gadis berambut honey blonde melambaikan tangan pada seorang gadis berambut teal.
Gadis berambut teal itu - Miku - balas melambaikan tangan. Gadis yang berambut honey blonde - Rin - segera masuk ke dalam rumahnya yang ber-cat oranye.
"Kankermu kumat lagi, heh?!"
Suara
marah Tou-sannya menyambut Rin ketika ia masuk ke rumah. Di ruang
keluarga, tampak kedua orang tuanya. Sepertinya sedang bertengkar.
Kaa-chan Rin - Lily - terduduk di lantai, memegangi selembar kertas.
Sementara Rinto berkacak pinggang marah.
"Kenapa bisa
kumat?! Kau pikir aku tidak lelah kalau kau sakit?! Dan kau pikir tidak
menghabiskan banyak uang untuk berobat?!" marah Rinto.
"Maafkan aku, Rinto. Aku memeriksanya ke dokter tadi, dan benar kankerku kumat lagi," Lily tertunduk.
"Wanita
tidak berguna! Kau hanya menyusahkanku saja! Kenapa tidak mati, heh?!"
Rinto akan menampar Lily, namun Rin segera berlari melindungi Lily.
"Akh!" pekik Rin, memegangi pipinya yang merah akibat tamparan Rinto.
"Rin!" Lily langsung memeluk Rin dan menatap Rinto dengan marah. "Kau, sialan! Kau menampar anakmu!"
"Anakku? Aku tak butuh anak seperti dia! Dia sama sepertimu, wanita sialan!"
Air
mata mengalir dari mata aquamarine Rin. Ia merasa sangat sakit hati dan
kecewa terhadap ayahnya. Rinto menatap Rin dan Lily sinis, kemudian
pergi keluar rumah.
"Hiks... Kaa-chan..." tangis Rin.
"Ssh.. Jangan menangis, Rin-chan..." Lily mengusap pipi Rin yang merah.
"Kaa-chan sakit apa? Kenapa tadi Tou-san marah?" tanya Rin sesenggukan.
Lily
terdiam. Ia ragu untuk mengatakan pada anak semata wayangnya bahwa
kanker darah yang dulu pernah ia idap kambuh kembali. Apalagi, kata
dokter tadi, kemungkinan sembuh hanya sedikit.
"Tidak apa-apa kok, Rin... Kaa-chan tidak apa-apa..."
"Kanker? Kaa-chan sakit kanker?"
"Iya..." Lily hanya tersenyum.
"Kanker itu berbahaya, Kaa-chan?" tanya Rin yang belum tahu soal kanker.
"Tidak kok, pasti bisa sembuh... Kaa-chan pasti sembuh!" Lily menyemangati Rin, walau ia tahu tak ada harapan lagi.
Dan
mulai sejak itu, Lily semakin sering muntah darah, mimisan, atau
pingsan. Walau begitu, Lily menolak untuk berobat kalau Rin meminta.
Lily tahu, umurnya tak panjang lagi. Diobati atau tidak. Maka, malam itu
Lily meminta Rin menemaninya di kamar.
"Rin-chan sayang... Cita-cita Rin mau jadi apa?" tanya Lily sembari mengelus Rin yang ada di pangkuannya.
"Rin mau membalas Tou-san! Rin melihat Tou-san membuat Kaa-chan sedih. Jadi, Rin mau gantian membuat Tou-san sedih!" jawab Rin.
Lily tersentak mendengar cita-cita anaknya. Sangat tidak biasa untuk anak 9 tahun. Balas dendam.
"Rin-chan jangan begitu... Itu perbuatan tercela, Rin-chan... Kaa-chan enggak apa-apa, kok..."
"Tapi Kaa-chan..."
"Jangan ya, Rin?"
"Enggak janji," kata Rin nakal.
Lily
menghela napas. "Kalau begitu... Rin harus janji sama Kaa-chan, kalau
Kaa-chan nggak ada, Rin bisa ngelakuin apapun sendiri. Oke?"
"Kaa-chan kenapa bertanya begitu? Kaa-chan... Kaa-chan mau pergi?"
Lily tersenyum. "Jangan menangis ya, Rin..."
Rin
diam. Ia memang tak menangis, belum. Suara pintu didobrak terdengar
jelas. Dan saat itu pula, terdengan suara Rinto dan suara wanita. Pintu
kamar Lily terbuka.
"Tou-san?" kata Rin heran, melihat ada 2 wanita dibelakang Rinto.
"Jangan
panggil aku Tou-san. Sekarang kalian, pergi dari kamarku! Terutama kau,
Lily," Rinto menarik Lily dan mendorongnya keluar.
"Kaa-chan!"
seru Rin, berlari menghampiri Kaa-channya yang terbentur tembok. Rinto
menyeringai, kemudian mengajak kedua wanita itu masuk kamar dan
menutupnya.
"Kaa-chan..." Rin menangis, melihat Lily
yang terbaring lemah. Lemah karena terbentur, dan karena sakit kanker
yang dideritanya semakin ganas.
"Rin..." ucap Lily lemah.
"Jaga dirimu baik-baik, ya. Jangan kecewakan Kaa-chan. Tunjukan pada
Tou-sanmu kau bisa menjadi wanita hebat," pesan Lily sebelum
menghembuskan napas terakhirnya. Perlahan, mata Lily mulai terpejam.
"Kaa-chan..." ucap Rin lemah. "KAA-CHAN!"
Flashback Off
"Jadi begitu ceritanya..." gumam Len.
Rin
mengangguk. "Ya... Semenjak saat itu, aku sangat membenci ayahku. Aku
ingin sekali membunuhnya, melenyapkannya, dan selalu berpikir andai dia
tidak ada hidupku mungkin bahagia."
Len menghela napas, melihat
gadis di depannya. Gadis ini bersungguh-sungguh. Mempunyai masa lalu
yang kelam oleh seorang ayah, dan harus melihat Ibunya meninggal di
hadapannya. Oleh ayahnya.
"Lalu... Kenapa Len membenci Shimoda Rinto?" tanya Rin, memecah keheningan.
"Itu
karena... Dia juga telah membunuh Ibuku. Ibuku itu seorang penyanyi, ya
penyanyi di bar, cafe, atau restoran. Dimanapun, asal ia bisa menyanyi.
Walau begitu, Ibuku itu wanita baik-baik.
"Dan pada hari itu, di
sebuah cafe, saat ia selesai menyanyi. Seorang lelaki - Rinto -
menghampirinya dan menggodanya. Lalu mengajak ke hotel. Ibuku menolak,
namun Rinto sangat marah. Ia mendorong Ibuku sehingga Ibuku terjatuh dan
kepalanya menabrak ujung meja yang lancip. Kepalanya pendarahan hebat.
Ibuku sempat dibawa ke rumah sakit, namun tak terselamatkan.
"Yang
kutahu, Rinto sempat dipenjara 6 bulan, karena ia sedang mabuk saat
itu. Walau begitu, aku tak akan melupakan dendamku padanya," Len
menyudahi ceritanya.
"Kalau begitu, kita punya dendam yang sama, ya," komentar Rin. "Lalu, reaksi ayahmu bagaimana?"
"Dia...
Tidak sedih ataupun apa. Ayahku malah menikahi wanita lain - Lola -
yang ternyata selingkuhannya sejak lama," jawab Len. "Karena hal itu,
Ayah jadi jarang di rumah dan aku hanya ditemani Ted."
"Wah, untung tidak terjadi apa-apa antara kau dan Ted, ya," kata Rin seenaknya.
Wajah Len memerah, marah. "AKU MASIH NORMAL!"
Rin tertawa terbahak-bahak. Ia puas mencandai Len rupanya.
"Hehe... Habis wajahmu mirip perempuan, sih," kata Rin.
"Mirip perempuan, katamu?" Nada suara Len terdengar sangat menyeramkan.
"E-Enggak kok, nggak," Rin buru-buru meralat. "Kau sangat keren, dan shota."
"TERKUTUK KAU SHIMODA RIN!"
Alhasil,
terjadilah keributan di ruang makan sehingga barang-barang di situ
berantakan. Dan alhasil pula, Ted yang membereskan semuanya XD
Other Place
"Jadi
kau sudah tahu, siapa yang terpilih berikutnya?" tanya seorang gadis
berambut magenta dikuncir 2 dengan gaya bor, kepada seorang gadis
berambut keputih-putihan.
"Iya, Nona. Dia adalah Shimoda Rin," jawab gadis berambut keputih-putihan itu.
"Khu khu, menarik juga," Gadis berambut magenta menyeringai mengerikan. "Permainan sepertinya akan segera dimulai."
#Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar