Rabu, 15 Mei 2013

15 December ch.3

Rin : Oke, disclaimer-nya, Vocaloid itu milik Yamaha and Crypton FM. Bukan milik author gaje nan nggak pernah namatin fic-nya
Mikan : Padahal aku udah namatin 2 fic... *pundung*
Len : Kita mulai ceritanya!

- Normal PoV -

"Tapi kau harus makan! Aku akan segera memberimu tugas untuk membunuh seseorang," ucap Len.
"Siapa?"
"Orang itu... Shimoda Rinto."
Rin nyaris menyemburkan jus jeruknya (eh, author belum bilang ya kalau Rin ngambil jus jeruk?). Rin sangat kaget mendengar kalau orang yang pertama akan dia bunuh adalah ayahnya sendiri. Walau Rin sama sekali tak keberatan, sih.
"Kamu keberatan membunuh ayahmu sendiri, ya? Maafkan aku," ucap Len.
Rin cepat-cepat menggeleng. "Tidak apa-apa! Aku juga tidak menyayanginya, kok. Aku hanya bingung kalau misalnya ayahku dibunuh, aku bisa jadi tersangka utama dan dipenjara! Bagaimana?"
"Kalau kamu pandai meletakkan mayatnya dan pandai membuat alasan, pasti tak akan dicurigai," jawab Ted.
"Uhm, tapi kalau membunuh sekarang rasanya aku belum siap... Yah, aku malas kalau harus berurusan dengan polisi... Apalagi, kalau mereka bertanya dimana barang-barangku dan dimana aku akan tinggal, bagaimana?"
"Hum... Soal itu..." Ted berpikir keras. Memang cukup rumit. Rin bisa saja membunuh ayahnya dengan mudah, dan menyembunyikan mayatnya. Namun, menjawab pertanyaan dari polisi, tetangga, atau pun teman tak akan mudah.
"Tenanglah," kata Len. "Kami akan menanganinya. Iya kan, Ted? Kau tahu apa yang kumaksud?" Len menyeringai ke arah Ted. Ted merinding.
"I-Iya, Tuan Muda."
"Nah, bagus kalau begitu. Mungkin latihan 2-3 kali lagi bisa. Ted, bisa tinggalkan aku berdua dengan Rin?" pinta Len.
"Baik, Tuan Muda. Permisi," Ted meninggalkan Len dan Rin berdua di ruang makan (Mikan : Kyaaah! Berduaan di ruang makan! Coba di kamar! *Mikan kena timpuk readers karena mulai mesum tanpa ingat umur (?) )
"Hm, Rin. Boleh aku bertanya kenapa kamu tidak keberatan jika membunuh ayahmu?" tanya Len hati-hati.
Rin terdiam sesaat, kemudian tersenyum. Senyum kepedihan. Ia menarik napas dalam, kemudian menghembuskan pelan-pelan. Mengingat kenangan-kenangan menyakitkan saat bersama ayahnya. Len menunggu dengan sabar.
"Ayahku... Tidak pernah memperdulikan Ibuku dan aku."
Flashback On
"Jaa ne, Miku-chan!" Seorang gadis berambut honey blonde melambaikan tangan pada seorang gadis berambut teal.
Gadis berambut teal itu - Miku - balas melambaikan tangan. Gadis yang berambut honey blonde - Rin - segera masuk ke dalam rumahnya yang ber-cat oranye.
"Kankermu kumat lagi, heh?!"
Suara marah Tou-sannya menyambut Rin ketika ia masuk ke rumah. Di ruang keluarga, tampak kedua orang tuanya. Sepertinya sedang bertengkar. Kaa-chan Rin - Lily - terduduk di lantai, memegangi selembar kertas. Sementara Rinto berkacak pinggang marah.
"Kenapa bisa kumat?! Kau pikir aku tidak lelah kalau kau sakit?! Dan kau pikir tidak menghabiskan banyak uang untuk berobat?!" marah Rinto.
"Maafkan aku, Rinto. Aku memeriksanya ke dokter tadi, dan benar kankerku kumat lagi," Lily tertunduk.
"Wanita tidak berguna! Kau hanya menyusahkanku saja! Kenapa tidak mati, heh?!" Rinto akan menampar Lily, namun Rin segera berlari melindungi Lily.
"Akh!" pekik Rin, memegangi pipinya yang merah akibat tamparan Rinto.
"Rin!" Lily langsung memeluk Rin dan menatap Rinto dengan marah. "Kau, sialan! Kau menampar anakmu!"
"Anakku? Aku tak butuh anak seperti dia! Dia sama sepertimu, wanita sialan!"
Air mata mengalir dari mata aquamarine Rin. Ia merasa sangat sakit hati dan kecewa terhadap ayahnya. Rinto menatap Rin dan Lily sinis, kemudian pergi keluar rumah.
"Hiks... Kaa-chan..." tangis Rin.
"Ssh.. Jangan menangis, Rin-chan..." Lily mengusap pipi Rin yang merah.
"Kaa-chan sakit apa? Kenapa tadi Tou-san marah?" tanya Rin sesenggukan.
Lily terdiam. Ia ragu untuk mengatakan pada anak semata wayangnya bahwa kanker darah yang dulu pernah ia idap kambuh kembali. Apalagi, kata dokter tadi, kemungkinan sembuh hanya sedikit.
"Tidak apa-apa kok, Rin... Kaa-chan tidak apa-apa..."
"Kanker? Kaa-chan sakit kanker?"
"Iya..." Lily hanya tersenyum.
"Kanker itu berbahaya, Kaa-chan?" tanya Rin yang belum tahu soal kanker.
"Tidak kok, pasti bisa sembuh... Kaa-chan pasti sembuh!" Lily menyemangati Rin, walau ia tahu tak ada harapan lagi.
Dan mulai sejak itu, Lily semakin sering muntah darah, mimisan, atau pingsan. Walau begitu, Lily menolak untuk berobat kalau Rin meminta. Lily tahu, umurnya tak panjang lagi. Diobati atau tidak. Maka, malam itu Lily meminta Rin menemaninya di kamar.
"Rin-chan sayang... Cita-cita Rin mau jadi apa?" tanya Lily sembari mengelus Rin yang ada di pangkuannya.
"Rin mau membalas Tou-san! Rin melihat Tou-san membuat Kaa-chan sedih. Jadi, Rin mau gantian membuat Tou-san sedih!" jawab Rin.
Lily tersentak mendengar cita-cita anaknya. Sangat tidak biasa untuk anak 9 tahun. Balas dendam.
"Rin-chan jangan begitu... Itu perbuatan tercela, Rin-chan... Kaa-chan enggak apa-apa, kok..."
"Tapi Kaa-chan..."
"Jangan ya, Rin?"
"Enggak janji," kata Rin nakal.
Lily menghela napas. "Kalau begitu... Rin harus janji sama Kaa-chan, kalau Kaa-chan nggak ada, Rin bisa ngelakuin apapun sendiri. Oke?"
"Kaa-chan kenapa bertanya begitu? Kaa-chan... Kaa-chan mau pergi?"
Lily tersenyum. "Jangan menangis ya, Rin..."
Rin diam. Ia memang tak menangis, belum. Suara pintu didobrak terdengar jelas. Dan saat itu pula, terdengan suara Rinto dan suara wanita. Pintu kamar Lily terbuka.
"Tou-san?" kata Rin heran, melihat ada 2 wanita dibelakang Rinto.
"Jangan panggil aku Tou-san. Sekarang kalian, pergi dari kamarku! Terutama kau, Lily," Rinto menarik Lily dan mendorongnya keluar.
"Kaa-chan!" seru Rin, berlari menghampiri Kaa-channya yang terbentur tembok. Rinto menyeringai, kemudian mengajak kedua wanita itu masuk kamar dan menutupnya.
"Kaa-chan..." Rin menangis, melihat Lily yang terbaring lemah. Lemah karena terbentur, dan karena sakit kanker yang dideritanya semakin ganas.
"Rin..." ucap Lily lemah. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Jangan kecewakan Kaa-chan. Tunjukan pada Tou-sanmu kau bisa menjadi wanita hebat," pesan Lily sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Perlahan, mata Lily mulai terpejam.
"Kaa-chan..." ucap Rin lemah. "KAA-CHAN!"
Flashback Off
"Jadi begitu ceritanya..." gumam Len.
Rin mengangguk. "Ya... Semenjak saat itu, aku sangat membenci ayahku. Aku ingin sekali membunuhnya, melenyapkannya, dan selalu berpikir andai dia tidak ada hidupku mungkin bahagia."
Len menghela napas, melihat gadis di depannya. Gadis ini bersungguh-sungguh. Mempunyai masa lalu yang kelam oleh seorang ayah, dan harus melihat Ibunya meninggal di hadapannya. Oleh ayahnya.
"Lalu... Kenapa Len membenci Shimoda Rinto?" tanya Rin, memecah keheningan.
"Itu karena... Dia juga telah membunuh Ibuku. Ibuku itu seorang penyanyi, ya penyanyi di bar, cafe, atau restoran. Dimanapun, asal ia bisa menyanyi. Walau begitu, Ibuku itu wanita baik-baik.
"Dan pada hari itu, di sebuah cafe, saat ia selesai menyanyi. Seorang lelaki - Rinto - menghampirinya dan menggodanya. Lalu mengajak ke hotel. Ibuku menolak, namun Rinto sangat marah. Ia mendorong Ibuku sehingga Ibuku terjatuh dan kepalanya menabrak ujung meja yang lancip. Kepalanya pendarahan hebat. Ibuku sempat dibawa ke rumah sakit, namun tak terselamatkan.
"Yang kutahu, Rinto sempat dipenjara 6 bulan, karena ia sedang mabuk saat itu. Walau begitu, aku tak akan melupakan dendamku padanya," Len menyudahi ceritanya.
"Kalau begitu, kita punya dendam yang sama, ya," komentar Rin. "Lalu, reaksi ayahmu bagaimana?"
"Dia... Tidak sedih ataupun apa. Ayahku malah menikahi wanita lain - Lola - yang ternyata selingkuhannya sejak lama," jawab Len. "Karena hal itu, Ayah jadi jarang di rumah dan aku hanya ditemani Ted."
"Wah, untung tidak terjadi apa-apa antara kau dan Ted, ya," kata Rin seenaknya.
Wajah Len memerah, marah. "AKU MASIH NORMAL!"
Rin tertawa terbahak-bahak. Ia puas mencandai Len rupanya.
"Hehe... Habis wajahmu mirip perempuan, sih," kata Rin.
"Mirip perempuan, katamu?" Nada suara Len terdengar sangat menyeramkan.
"E-Enggak kok, nggak," Rin buru-buru meralat. "Kau sangat keren, dan shota."
"TERKUTUK KAU SHIMODA RIN!"
Alhasil, terjadilah keributan di ruang makan sehingga barang-barang di situ berantakan. Dan alhasil pula, Ted yang membereskan semuanya XD

Other Place

"Jadi kau sudah tahu, siapa yang terpilih berikutnya?" tanya seorang gadis berambut magenta dikuncir 2 dengan gaya bor, kepada seorang gadis berambut keputih-putihan.
"Iya, Nona. Dia adalah Shimoda Rin," jawab gadis berambut keputih-putihan itu.
"Khu khu, menarik juga," Gadis berambut magenta menyeringai mengerikan. "Permainan sepertinya akan segera dimulai."


#Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar