Vocaloid © CyrptonFM and Yamaha Corp.
I'm Sorry, My Friends... © Kusanagi Mikan N.
Haloo!! Aku Kagamine Mikan, ini fanfic pertamaku. Makanya masih
jelek. Tokoh utamanya Kagamine Rin dan Len kesukaanku :3 Check it out!
--------- Normal P o V -------
Seorang
gadis berambut blonde melangkahkan kaki menuju sekolah itu. Ada plang
nama di depan sekolah itu. Tokyo International School. Sudah jelas itu
sekolah internasional yang berada di Tokyo, Jepang. Walau internasional,
kebanyakan yang bersekolah disekolah itu adalah anak-anak Jepang.
Sekolah
ini terdiri dari SMP dan SMA. Kembali ke gadis tadi. Gadis itu hampir
menapakkan kakinya masuk ke gerbang sekolah, saat seseorang
memanggilnya.
"Riiiiinnnnn!! Tunggu aku!" seru seseorang itu, seorang lelaki
Gadis
yang ternyata bernama Rin itu berhenti dan menoleh ke lelaki yang juga
berambut blonde dan bermata biru sepertinya. "Cepatlah, Len! Kau lambat
sekali!" gerutu Rin pada lelaki itu, Len.
Untungnya, Len menyusul Rin dengan cepat. Dari wajah mereka, terlihat jelas kalau mereka kembar. Yup, Kagamine Rin dan Len.
"Bisa-bisanya kau meninggalkanku!" gerutu Len.
"Habis kau lambat sekali! Daripada telat, kutinggal saja," balas Rin sambil berpose :P
"Ya sudahlah. Yuk, ke kelas!" ajak Len.
Rin
hanya mengangguk. Len berlari lebih dulu, memasuki bangunan sekolah
yang memuat kelas-kelas serta berbagai ruangan lainnya. Rin berjalan
dengan lesu, mengingat mimpinya semalam. Juga kata-kata yang terus
menerus terngiang di telinganya.
"Bunuh, bunuh mereka semua. Jangan sampai ada yang tersisa."
Bunuh mereka semua? Siapa? Siapa yang harus ia bunuh? Dan kenapa? Semua pertanyaan itu terus berkecamuk dalam pikiran Rin.
"Rin! Kagamine Rin!" seru seorang wanita berambut hijau toska dan dikuncir dua.
"Miku!" balas Rin sambil melambai.
Miku
mempercepat larinya untuk menyusul Rin. Ia langsung merangkul Rin
dengan manja. Hatsune Miku yang berambut hijau toska ini memang manja
pada siapapun. Yah, setidaknya, teman-teman akrabnya.
"Hari ini kau lesu sekali, ada apa?" selidik Miku.
"Tidak ada apa-apa!" bohong Rin.
"Ayolah. Aku bisa melihat wajahmu bahwa kau berbohong. Ayolah, Rin..." pinta Miku.
"Aku hanya lesu karena tidak sarapan," jawab Rin, sekali lagi berbohong.
Miku
tampak tidak puas dengan jawaban Rin. Namun, sapaan Gumi mengagetkan
mereka. "Hai Miku!! Rin!!" sapa Gumi dengan suara khas-nya.
"Gumi!" pekik Miku sembari menghampiri Gumi.
Rin
cuma menatap mereka sekilas, lalu berjalan menuju kelasnya. Entah
kenapa, rasanya Rin menatap semua di sekolah itu dengan penuh rasa
kebencian yang mendalam.
"Kau lama sekali!" sambut Len.
"Aku bertemu Miku tadi," ujar Rin malas.
"Oh, Miku. Kukira kau nyasar." Len nyengir.
Rin
tersenyum tidak tulus. Ia duduk di bangkunya yang bersebelahan dengan
Kagamine Len. Ia menatap seisi kelas dengan... Penuh kebencian.
Kebencian?
----- Rin P o V ----
Rasanya...
Aku benci sekali melihat seisi kelas. Benci, benci, sangat benci.
Tunggu, apa yang terjadi padamu, Rin? Tidak. Aku tidak boleh membenci
teman-teman sekelasku. Tidak akan. Teman-temanku berkumpul dan tertawa.
Rasa benci itu semakin menjadi-jadi. Ah!
"Aku ke toilet dulu," ucapku seraya pergi ke toilet.
"Ya," jawab Len.
Sesampainya di toilet, aku segera membasuh wajahku dengan air. Bingung apa yang terjadi terhadap diriku.
"Apa yang terjadi padaku..." gumamku lirih.
Aku kembali teringat mimpiku semalam...
Aku berjalan, menuju bangunan sekolahku yang megah. Rasanya, hari itu sudah sore hari. Kakiku terus melangkah tanpa kusadari.
"Hei, Rin!" sapa teman-temanku dengan riang.
Aku membalas sapaan mereka seperti biasa. Tiba-tiba, seseorang berjubah coklat menepuk bahuku. Aku terperanjat.
Katanya, "Menurutmu, apakah teman-temanmu baik?"
Aku menjawab dengan bingung. "Tentu. Mereka teman-teman setiaku."
Ia tertawa. "Kau berpikir begitu? Biar kuunjukan padamu sesuatu."
Ia mencengkram tanganku, dan tiba-tiba rasanya seperti melayang. Aku...
Aku ada di ruang kelas! Aku melihat ke kalender. 21 Februari. Berarti,
ini kemarin. Kulihat, teman-temanku berkumpul. Aneh. Ada Len, Miku,
Gumi, Luka, dan Kaito ikut berkumpul. Aku mendekat, namun mereka seperti
tidak menyadari keberadaanku.
"Menurutku, Rin itu menyusahkan sekali," kata Miku.
"Aku setuju. Ia sering sekali menyusahkanku di rumah," keluh Len. "Semua permintaannya harus dipenuhi."
"Seperti anak kecil," cibir Luka.
"Dia juga bodoh, dan pemalas," tambah Gumi.
"Menurutku, Len, dia tidak pantas jadi kembaranmu. Tidak pantas," kata Kaito pada Len.
Aku mendelik marah, dan langsung pergi ke luar kelas. Aku... Aku tidak
sanggup mendengar jawaban Len. Aku tidak sanggup, jika Len mengatakan
'ya'. Mana mungkin... Air mata mulai berjatuhan dari mataku. Aku tak
menyangka, teman-teman yang begitu kusayangi, ternyata begitu di
belakangku.
Semuanya tiba-tiba serasa gelap. "Bunuh,
bunuh mereka semua. Jangan sampai ada yang tersisa." Kata-kata itu terus
terngiang. Lalu aku bangun.
Itulah mimpiku. Kurasa, itu sebabnya rasanya aku jadi benci pada teman-temanku. Tapi, apakah itu sungguhan?
"Hei."
Aku menoleh, dan terperanjat. Orang itu lagi, yang muncul di mimpiku semalam! Orang yang memakai jubah coklat.
"Kau harus bunuh mereka semua," ucap orang itu.
"Tidak akan. Mereka teman-temanku," tolakku.
"Harus! Kau lihat sendiri kan, seperti apa mereka di belakangmu?"
Aku mengangguk, tanpa sadar. Terbayang, ketika Len mengatakan aku menyusahkannya. Aku... Tak sanggup mendengarnya.
"Kalau begitu, bunuh mereka, cepat," perintah orang itu, lalu menghilang.
Aku terpaku di tempat. Sosok berambut blonde dan bermata biru serupa denganku muncul dan menepuk bahuku.
"Hei, kau disini rupanya!" sapa Len. Aku masih diam. Len mengernyit, lalu mengguncangku. "Hei! Kau kenapa, heh?"
Aku langsung tersadar, kemudian menggeleng. "Tidak... Tidak ada apa-apa."
"Huh, kalau begitu, ayo kembali ke kelas," ajak Len.
"Aku akan menyusul," ujarku. Len mengangguk, lalu pergi. Aku masih terus menatap punggung Len sambil berpikir. Apakah aku harus membunuh mereka?
#Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar