Kamis, 28 Maret 2013

Sorry (Chapter 2)

- Rin PoV-

Apakah aku harus membunuh mereka?

Aku berpikir, kemudian menggeleng. Berusaha menyingkirkan pikiran gila itu dari otakku. Tidak mungkin aku membunuh teman-temanku, atau kembaranku. Seburuk apapun mereka. Len, Miku, Luka, Kaito, Meiko, Gumi, dan... Ah, aku tak bisa menyebutkan semuanya. Yang pasti, aku tidak akan membunuh mereka.

"Rin?"

Aku tersadar. "L-Len? Kenapa kau masih disini?"

Len mendekatiku. "Kau terus terdiam disini. Aku khawatir. Ayo, kita ke kelas," ucap Len sambil menggandeng tanganku menuju kelas.

Sampai di kelas...

"Rin! Kau kemana saja?!" sapa Miku. Heh, Miku? Bukankah dia kelas 2 SMA? Dan aku masih kelas 3 SMP. Kenapa dia di kelasku?

"Miku?" tanyaku heran.

Gadis berambut hijau toska itu mengangguk sambil menunjukkan senyum terbaiknya. "Yup, ini aku, Hatsune Miku."

"Kenapa kau disini?" tanyaku lagi.
"Aku hanya iseng saja kesini bersama Gumi, Luka, Kaito, dan Meiko," jelas Miku. "Lagipula, aku rindu padamu, Rin!"
Aku tertawa melihat tingkah Miku. Ah, tidak mungkin. Tidak mungkin di balikku dia menjelek-jelekanku. Aku duduk di bangkuku dengan lega.
"Miku, boleh bicara sebentar?" Akita Neru tiba-tiba muncul dari balik pintu kelasku.
Miku mengangguk. Kemudian, ia berjalan menuju Neru dan keluar kelas. Sepertinya, ada hal penting yang mereka ingin bicarakan. Apa, ya?
"Aku ingin keluar kelas, ahh~" kataku.
"Eh! Buat apa?!" cegat Len.
Aku mengernyit. "Memangnya kenapa?"
"K-Kau keluar untuk apa? Menguping, ya?" tuduh Len.
"Eh! Enak saja! Aku mau ke toilet!" sanggahku.
"Toilet? Baru saja kau ke toilet. Ada apa, sih?" Len seperti berusaha mencegahku keluar. Aku mengernyit. Aneh sekali rasanya. Kenapa Len?
Belum sempat Len menjawab pertanyaanku, Miku sudah kembali ke dalam kelas dengan wajah berbinar. Hei, apa yang dia bicarakan dengan Neru, ya?
"Cepat sekali Miku, bicaranya," pancingku.
Miku tertawa. "Tentu saja. Cuma pembicaraan singkat, kok. Tentang..." Miku terdiam sesaat. Lalu, ia melanjutkan dengan agak gugup. "T-Tentang ujian."
Hm, itu agak aneh. Apa maksudnya dia mau bilang tentangku?

- Normal PoV-

Rin mendengus pelan, lumayan kesal. "Aku mau ke toilet, cuci muka," kata Rin dengan nada ketus.
"Aku ikut!" kata Gumi tiba-tiba. Rin mengangguk lesu. Mereka pun berjalan menuju toilet sekolah.
"Tunggu aku, ya, Rin~" pinta Gumi sambil masuk ke salah satu bilik toilet.
Rin hanya mengangguk, lalu mulai membasuh mukanya. Rin menghela napas. Sosok orang tadi tiba-tiba muncul kembali.
"Kau lagi," sapa Rin dengan dingin.
Dia mengangguk. "Apa kau tahu, apa yang dibicarakan kedua temanmu tadi?"
Rin memicingkan matanya, lalu menggeleng. "Tidak."
"Kau akan mengetahuinya," ucapnya sambil mencengkram pergelangan tangan Rin. Mereka seolah-olah berputar. Saat Rin membuka matanya, ia bisa melihat Miku dan Neru yang bercakap. Waktunya kembali. batin Rin.
"Bagaimana kalau ketahuan?" tanya Neru.
Miku menggeleng sambil tertawa. "Tidak akan, Neru. Rin itu gadis yang bodoh. Dia tidak akan menyadarinya."
Neru tertawa. "Kau benar juga, Miku."
Miku ikut tertawa. Rin panas melihatnya. Lalu, semua kembali berputar dan dia kembali ke toilet. Orang itu sudah menghilang. Tapi, di tangan Rin, ia memegang sebuah... Katana. Rin menyeringai.
"Rin? Kau masih disitu?" tanya Gumi dari dalam.
"Ya!" jawab Rin. "Cepatlah sedikit!" Agar aku bisa membunuhmu, lanjut Rin dalam hati.
Gumi keluar dari kamar mandi sambil tersenyum. Namun, senyuman itu segera hilang melihat Rin yang mendorongnya dalam kamar mandi, lalu menguncinya.
"R-Rin?" tanya Gumi kaget.
Rin menyeringai. "Ya, Gumi?" jawabnya sambil menghunus katana-nya.
Gumi terbelalak. "Apa yang akan kau lakukan, d-dengan katana i-itu?"
Rin kembali menyeringai seram. Ia mengangkat katana itu, lalu mendekatkannya ke leher Gumi. Gumi pucat, gemetaran. "R-Rin! Ja-jangan..."
"Setelah kalian menjelekanku di belakangku?" kata Rin sinis. Gumi membelalak.
"A-Apa?!"
"Sudahlah, Gumi. Mengaku sajalah. Toh, aku akan segera membunuhmu," ucap Rin. Tanpa menunggu perkataan Gumi selanjutnya, ia langsung menebas leher Gumi hingga tandas. Rin tertawa seperti iblis.
"Hahaha! Baguslah, satu orang mati. Selanjutnya semuanya..." Ia tersenyum licik. Lalu, menutup pintu kamar mandi, meninggalkan mayat Gumi yang kepalanya terpisah dengan tubuh malang itu.
Bersambung~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar